![]() |
Akademisi STKIP Taman Siswa Bima, Dr Ibnu Khaldun, M.Si. Foto Berita11.com |
Bima, Berita11.com— Akademisi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (STKIP) Taman Siswa Bima, Dr. Ibnu Kaldun mengemukakan untuk
mengatasi polemik pendidikan di Bima dibutuhkan regulasi yang kuat.
Menurut Ibnu, ada tiga aspek peran utama pemerintah dalam dunia pendidikan
yakni, menyiapkan peraturan (regulation), fungsi pemberdayaan (empowerment),
dan pelayanan umum yang berkualitas (public service).
Pada aspek regulasi, Ibnu mendorong pemerintah merumuskan peraturan untuk mengontrol
prilaku pemangku kepentingan (stakeholders) terkait dalam bidang pendidikan dan
peserta didik. “Kenapa itu penting? Karena di Bima identik dengan kekerasan
yang seharusnya tidak dikehendaki. Nah, Inilah yang perlu didorong,” katanya
kepada Berita11.com di kampus STKIP Taman Siswa Bima, Selasa (3/5/2016)
Menurutnya, pemberitaan praktik kriminal yang terjadi pada semua jenjang satuan
pendidikan harus menjadi atensi khusus dari pemerintah. selama ini pendidikan
di daerah baik Kota Bima maupun Kabupaten Bima belum mampu mengedepankan aspek
perasaan.
“Institusi pendidikan mulai dari TK hingga perguruan tinggi masih
mengadopsi pola didik keras. Kasus kekerasan selama sepekan dan penggunaan
senjata tajam oleh kaum intelektual contohnya. Inikan menjadi kekuatiran. Maka
harus dikontrol dengan regulasi yang kuat,” ujarnya.
Dikatakannya, anggaran pendidikan yang dikucurkan sebesar 20 persen dalam
komposisi APBN mestinya mampu berdampak pada upaya peningkatan mutu. Namun
faktanya bidang pendidikan masih dianggap lahan garapan dan kedudukan yang
nyaman. Mestinya, Pemerintah dan DPRD bisa mulai memikirkan untuk merumuskan
regulasi.
“Pendidikan kita masih berorientasi profit dan jabatan. Itu juga yang harus
dituangkan dalam regulasi,” katanya.
Disinggung mengenai pendidikan di daerah tertinggal, tim doktor Universitas
Indonesia yang pernah berdiskusi dengan Presiden RI Joko Widodo ini melihat pemerataan
pembangunan masih belum nampak. Minimnya guru dan kurangnya fasilitas penunjang
belajar menjadi pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan pemerintah daerah.
“Daerah tertinggal juga masih menjadi PR pemerintah sekarang. Kita lihat
belanja pegawai Pemkab (Bima) 60 persen. Bagaimana bisa berkembang?” sorotnya.
(ID)