Delapan puluh sembilan tahun yang
silam, dalam kesatuan suara yang membahana, para pemuda menyatukan ikrar dalam
bentuk sumpah untuk Indonesia. Bersatu dalam tumpah darah, bersatu dalam berbangsa
dan bersatu dalam berbahasa…adalah Indonesia. Pusaka yang dijaga selama ribuan
tahun oleh para leluhur.
Dan delapan puluh sembilan tahun setelah
itu, waktu secara bertahap mengantarkan cerita juga romantika, bahwa pemuda
telah bergerak, berjalan bahkan berlari dalam rupa dinamika. Representasi dari
darah yang mendidih, oleh kejernihan pikiran, oleh emosi yang membuncah, juga
oleh kreatifitas yang meradang.
Adalah janji dalam bentuk sumpah
setia, untuk mempersembahkan karya dan karsa, sebagai bentuk bhakti pada
pertiwi. Karena sumpah harus dibuktikan. Karena Sumpah harus di wujudkan. Dan
karena sumpah harus terus di jaga dengan segenap jiwa !!. dan jawaban dari
semuanya dalah inovasi berbasis kreasi, agar sumpah itu tetap terjaga dari masa
ke masa, tak tergerus oleh zaman.
Di balik janji yang telah diikrarkan,
ada serupa pesan yang dihembuskan bersama angin, bahwa nusantara tak
menginginkan perpecahan, melainkan kebersamaan. Pertiwi tak mengharapkan
kebencian, melainkan kecintaan. Tanah air tak membutuhkan sanjungan, melainkan
kesetiaan. Karena sesungguhnya pemuda adalah prototype sebuah generator, motor
penggerak untuk membangun Indonesia.
Jangan biarkan emosi mengendalikan
hatimu, yang berujung pada pertengkaran. Jangan biarkan amarah menguasai jiwamu,
yang berujung pada pertikaian. Jangan biarkan prasangka menguasai pikiranmu,
yang berujung pada kebencian. Dan jangan biarkan kekuasaanmu menguasai karyamu,
yang berujung pada saling merendahkan. Bukankah pemuda di ciptakan di Indonesa
melalui keindahan.
Indonesia yang dipijaki pemuda adalah
nusantara yang terhampar luas, oleh penciptaan yang maha sempurna, dalam rupa
keberagaman yang saling mewarnai dan melengkapi, agar menumbuhkan rasa saling
menguatkan bukan saling menjatuhkan, saling mendukung bukan saling memerangi
dan saling mendoakan, bukan saling memfitnah walaupun ada laut dan daratan yang
merentangkan jarak, yang membatasi sebuah perjumpaan.
Indonesia adalah kanvas yang
disediakan oleh Allah SWT, Tuhan Yang Maha Besar, jangan pernah kita mau
menjadi kuas yang hanya menunggu untuk digoreskan oleh tangan-tangan yang mulai
menua dan keriput. Tetapi jadilah seorang pelukis sejati yang jenius. Karena
pemuda sejatinya adalah pemilik masa depan negeri ini. Sekumpulan puzzle yang
ketika disatukan akan menjadikan Indonesia menjadi lukisan yang maha indah,
yang akan memalingkan wajah dunia untuk menatap Indonesia.
Zaman telah menawarkan silau dan
kilaunya dunia, maka seharusnya pemuda menyatukan dan merapatkan barisan,
menguatkan dan mengeratkan genggaman, mengalurkan tujuan untuk membangun
Indonesia. Menjadi garda terdepan untuk menyaring perubahan negatif yang akan
menggerus tradisi dan kearifan local Indonesia. Mengambil peran sebagai
penyangga raga Ibu Pertiwi. Menyediakan pundak untuk bersandarnya jutaan rakyat
yang butuh didengarkan, serta menjadi pembawa kedamaian melalui kesantunan ucap
dan lisan untuk nusantara yang sedang gelisah oleh karena intaian perpecahan
yang akan menggerogoti.
Pemuda, ingatlah bahwa kelak akan ada
salah satu diantara kita yang akan menjadi pemimpin di negeri ini, berada di
titik tertinggi tiang nusantara untuk menjangkau langit. Karena itu,
berbisiklah pada bumi melalui sujud dan do’a-do’amu, agar langit bisa
mengaminkannya. Ikhlaskan hatimu untuk berbakti dan jadikan karyamu sebagai
kemandirian bukan untukmu tetapi untuk Indonesia yang bermartabat !! (*)
Penulis adalah Kepala
Bidang Kebersihan, Pertamanan dan Pengelolaan Tahura DLH Kabupaten Dompu