Sejumput Asa dari Dataran Tinggi Donggo
![]() |
Amrin saat Foto Bersama Ketua STKIP Taman Siswa Bima, DR Ibnu Khaldun, M.Si. |
Selaksa kembang di musim semi, senyum itu terus meluncur dari muka pemuda
beralis tebal itu. Kebahagiaan bukan hanya milik kerabat 450 orang yang hadir
di Auditorium Sudirman Sabtu pagi itu.
Menjelang siang usai acara, Amrin semakin tenar, mulai dari kerabatnya
hingga petinggi kampus mengucapkan selamat. “Kamu juga wisuda yah hari ini. Ikut wisuda
juga, selamat yah,” kata istri Ketua Yayasan STKIP Taman Siswa Bima, terperanjat
mendapati Amrin memakai toga di antara jubelan orang yang sibuk berfoto usai
acara rapat senat terbuka.
Tak lama, Ketua STKIP Taman Siswa Bima, DR Ibnu Khaldun, M.Si juga mengajak
Amrin foto bersama di teras ruangan pimpinan kampus. Suasana di halaman kampus
usai wisuda seperti pasar tumpah. Di mana-mana orang sibuk berfoto bersama
peserta wisuda.
Di kalangan mahasiswa dan dosen STKIP Taman Siswa, ternyata Amrin cukup dikenal.
Namun yang membuat seisi kampus kagum, ia akhirnya mampu menyelesaikan kuliah
di tengah kesibukannya bekerja membantu kampus.
“Awalnya semua keluarga menentang saya kuliah. Mulai dari kakak saya, bapak
saya dan keluarga-keluarga melarang karena kami memang orang miskin, uang saja
masih susah apalagi untuk kuliah,” cerita Amrin beberapa saat setelah
Berita11.com membuka percakapan.
Hanya tekad kuat yang membuat Amrin yakin bahwa ia pasti bisa duduk di
bangku kuliah. Meskipun saran kerabatnya sempat membuat mimpinya bertarah, ia
bekerja keras sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bima di Desa
Rora Kecamatan Donggo Kabupaten Bima, tak jauh dari kampungnya di Desa Ndano
Nae.
“Dari SMP saya sudah coba bekerja membantu orang tua. Terutama waktu bangku
SMA, untung-untungnya Kepala SMK 5 tempat saya sekolah mau menampung saya. Jadi
setiap hari saya bantu di rumah beliau,
kadang cuci piring, cuci baju, cuci mobil. Kadang juga jaga kandang ayam. Saya bersyukur
diberikan kesempatan,” ungkap pemuda 24 tahun ini.
Selain membantu aktivitas di rumah Kepala SMKN 5 Bima, di luar itu Amrin
juga bekerja keras membantu keluarganya.
Tekad lainnya mewujudkan mimpinya masuk perguruan tinggi. Manakala duduk di
bangku kelas 3, ia harus memutar otak mendapatkan uang untuk mendaftar
perguruan tinggi, hingga akhirnya ada seseorang yang berkenan mengajaknya
menjadi kuli pengakut kayu di Calabai Kecamatan Pekat Kabupaten Dompu.
“Saya ke sana selama delapan hari. Syukur kala itu saya mendapat upah Rp1,5
juta yang bisa saya gunakan untuk mendaftar kuliah. Kemudian tahun 2013 saya
mendaftar kuliah di sini. Kalau keluarga saya dari awal sudah melarang kuliah,
tapi akhirnya luluh melihat upaya saya,” cerita Amrin.
Pernah Sakit dan Diopname
di Puskesmas
Meskipun setiap hari terbiasa bekerja keras, kesehatan Amrin bukan tanpa
hambatan. Bahkan ketika berjuang keras mengumpulkan uang untuk mendaftar
kuliah, ia pernah jatuh sakit dan diopname di Puskesmas. Beruntung sejak usia
lima tahun, setelah ibunya meninggal, Amrin tak terbiasa cengeng sehingga siap
menghadapi getirnya hidup.
“Ibu saya meninggal ketika umur saya lima tahun. Tidak semua saya ingat,
tapi yang saya tahu sampai sekarang, saya memiliki bapak yang sudah berumur
yang harus saya rawat dan bantu,” katanya.
Di tengah kesulitan yang mendera keluarganya, Muhlis, saudara kandung Amrin
berhasil menyelesaikan kuliah setelah bersusah payah mengumpulkan sendiri uang
sebagai biaya selama duduk di bangku perguruan tinggi. Meski begitu, hanya dia
dan saudaranya itu yang mampu masuk perguruan tinggi dari tujuh orang adik dan
kakaknya.
Selama menempuh kuliah di kampus STKIP Taman Siswa Bima, Amrin bersyukur
karena beberapakali memperoleh beasiswa dari Direktorat Perguruan Tinggi
(Dikti). Bahkan lebih dari itu, pihak kampus berkenan memberikan pekerjaan
kepada dia sebagai staf Ketua STKIP Taman Siswa Bima dan Staf Bagian Pelayanan
dan Publikasi LPPM setempat. Ia juga diijinkan tinggal gratis di kampus.
Banyak suka dan duka yang ia rasakan selama menjadi mahasiswa sekaligus
karyawan kampus setempat. Paling berkesan tak kala kadang disemprot karena
telat hadir melaksanakan tugas lantaran menggeluti beberapa pekerjaan di kampus
setempat.
“Ada banyak suka duka saya rasakan. Dukanya pernah disemprot karena kadang
saya telat hadir ketika dipanggil karena saya juga punya kesibukan di LPPM dan
kesibukan lain. Tapi semua itu kemudian saya anggap sebagai motivasi, karena
orang-orang di sini seperti keluarga saya,” ujarnya.
Dari hasil bekerja sebagai staf di kampus dan hasil menanam jagung di
kampungnya, Amrin bersyukur dapat menyelesaikan hutang orang tuanya selama tiga
tahun berturut-turut sejak tahun 2015, 2016 dan tahun 2017. Sebagian hasil
keringatnya itu ia tabung, kemudian pada Mei 2017 sebesar Rp25.550.000, ia serahkan sebagai
setoran awal Ongkos Naik Haji (ONH) bapaknya, Yunus yang kini masih hidup.
Usai melalui proses panjang dan serangkaian penelitian serta menyusun
skripsi berjudul Kerukunan Umat Beragama di Dusun Nggarokopa Desa Mbawa serta
uji meja, Amrin menjadi salah satu dari 450 orang yang diwisuda pada Sabtu
(16/12/2017) pagi di Auditorium Sudirman.
Meskipun tugasnya membantu orang tua dan kerabatnya belum purna,
Amrin memiliki secercah harapan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang
magsiter. Prinsip yang ia yakini bahwa siapapun yang tekun bekerja dan
memuliakan orangtuanya maka akan dimuliakan tuhan.
“Satu-satunya impian utama saya adalah bagaimana membahagian orang tua saya.
Saya sudah merasakan ibu saya meninggal sejak saya kecil, tinggal bapak yang
sudah tua, harus saya bahagiakan,” katanya. (NS)
No comments
Post a Comment